Sabtu, 21 April 2012

Sejarah RA. Kartini

Raden Adjeng Kartini adalah putri dari seseorang dari kalangan berdarah biru (kaum bangsawan) yaitu Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara dengan M.A Ngasirah. Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung ataupun tiri. Kartini adalah anak perempuan pertama dari seluruh saudaranya.
Sampai usia 12 tahun Kartini dapat bersekolah di ELS (Europese Lagere School), di sana ia dapat belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun ia sudah tidak di perbolehkan sekolah dan harus di pingit. Karena Kartini bisa berbahasa Belanda maka ia mengirim surat kepada temannya yang berasal dari Belanda. Salah satunya Rosa Abendanon. Ia memperoleh informasi tentang kemajuan perempuan di Belanda dari buku, koran ataupun majalah Eropa. Dari situlah timbul keinginan Kartini untuk memajukan perempuan Indonesia, karena pada saat itu perempuan di anggap statusnya lebih rendah dari pada kaum pria.
Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief. Di antara majalah-majalah ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang cukup berat, ia juga membaca majalah wanita Belanda yaitu De Hollandsche Lelie. Kartini juga mengirimkan beberapa tulisannya dan selalu di muat di majalah tersebut. Perhatiannya tidak hanya pada emansipasi wanita, tetapi juga pada beberapa masalah sosial umum. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda.
Pada tanggal 12 November 1903 Kartini menikah dengan bupati Rembang, K.R.M Adipati Ario Singgih Djojo Adhinningrat yang sudah mempunyai tiga istri. Suami Kartini mengerti keinginannya dan ia diberi kebebasan mendirikan sekolah untuk wanita di kompeks kantor bupati Rembang.
Anak pertamanya sekaligus anak terakhirnya, R.M Soesalit lahir pada 13 September 1904. Beberapa hari kemudiaan Kartini meninggal pada 17 September 1904 pada usia 25 tahun dan dimakamkan di desa Bulu, kecamatan Bulu, Rembang.
Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar